Rabu, 17 Maret 2010

Dulu Pegang Buku, Kini Panggul Senjata

Kondisi ekonomi AS yang buruk dan banyaknya pengangguran membuat pemuda-pemuda AS lulusan perguruan tinggi banting setir menjadi tentara

Hidayatullah.com--Patrick Logan selalu ingin menjadi tentara, meskipun demikian ia meyakini sepenuhnya bahwa gelar sarjana merupakan tiket sukses bagi warga kelas menengah. Sementara tentang seorang temannya yang masuk tentara selepas sekolah menengah atas, Logan berkata, "Itu karena ia merasa tidak ada hal lain yang bisa dilakukan."

Logan tidak ingin seperti temannya yang pasrah berkarier di militer. Ia ingin sesuatu yang lebih baik.

Waktu pun terus berjalan, hingga pada tahun 2008 ekonomi Amerika Serikat ambruk. Waktu itu hanya beberapa bulan sebelum Logan lulus menjadi sarjana kriminologi dari Westfield State College.

"Saya melamar kerja, mungkin saya melamar ratusan lowongon. Tapi hanya mendapat 2 atau 3 panggilan untuk intervew," kata Logan, 23 tahun.

"Awalnya saya mengira pasti karena keliru memilih pekerjaan.Kemudian saya melamar untuk pekerjaan dengan gaji standar minimum. Tapi ternyata tetap saja tidak ada panggilan interview. Itulah yang membawa saya kembali ingin menjadi tentara."

Logan mendaftar pada bulan Nopember 2009, ia menjadi bagian dari trend anak kuliahan, laki-laki dan perempuan yang berbondong-bondong melamar masuk dunia militer. Tujuan mereka bukan murni membela negara, melainkan mencari batu loncatan untuk memulai karier, sekaligus membebaskan diri dari deretan daftar pengangguran. Meskipun untuk itu mereka harus mengambil resiko berakhir di medan perang.

Data Pentagon menunjukkan, tahun lalu jumlah tentara baru yang memiliki gelar sarjana jumlahnya meningkat hampir 17%. Dari sekitar 5.400 orang di tahun 2008 menjadi lebih dari 6.400 orang. Jumlah prajurit baru yang berlatar belakang akademi juga meningkat, meskipun tidak terlalu tinggi, dari 2.380 menjadi lebih dari 2.570. Lulusan pendidikan tinggi 2-4 tahun jumlahnya 5,2% dari 168.000 tentara angkatan 2009.

Peningkatan pesat tahun 2009 itu sangat berbeda dengan kondisi 2 tahun sebelumnya. Kala itu Pentagon bahkan harus bekerja keras membujuk pemuda Amerika agar mau mengisi lowongan di militer. Mereka memberi iming-iming lima daftar bonus, dan pelamar yang tidak lulus diperbolehkan mengajukan protes atau bertanya jika dinyatakan gagal.

"Saya menyebutnya tahun promosi rekruitmen," kata Dr. Curtis Gilroy, Direktur Kebijakan Rekruitmen Pentagon mengenai situasi 2 tahun lalu.

Para pengamat mencatat, ada beberapa faktor penyebab meningkatnya jumlah lulusan perguruan tinggi yang ingin bergabung dengan militer. Peran AS di Iraq, bisa jadi menimbulkan sentimen positif masyarakat terhadap militer. Namun, kebanyakan pengamat setuju bahwa ekonomilah yang menjadi alasan terbesar para lulusan perguruan tinggi itu mendaftar masuk militer.

Beth Asch, seorang analis militer dari RAND Corporation, mengatakan bahwa militer mendapat keuntungan dari kondisi ekonomi yang buruk dan tingginya angka pengangggurn. Ketika tingkat pengangguran meningkat hampir dua kali dari 5,8 persen di tahun 2008 menjadi lebih dari 10 persen di tahun 2009, orang yang mendaftar militer juga meningkat.

Meskipun militer menjadi jalur karier yang biasa dipilih lulusan SMA dari masyarakat kelas pekerja, menurut Asch, lulusan perguruan tinggi juga bisa menjadikan militer sebagai pilihan di masa ekonomi sulit. Selain berkarier mereka juga bisa mendapatkan seperti apa yang didapat pegawai swasta. Misalnya perawatan kesehatan gratis, perumahan, dan tunjangan pendidikan formal.

Selain itu kata Asch, masalah waktu juga menentukan. Bagi mereka yang bisa menunggu krisis ekonomi lewat 1-2 tahun mendatang, mungkin mereka bisa bertahan. Tapi bagi yang tidak punya pilihan lain, maka mereka harus segera mendapat kerja untuk membayar berbagai macam tagihan.

Hal penting yang perlu dicatat, kata Asch, Logan dan yang lainnya memilih menjadi tentara bintara, dan bukan perwira--sebuah jalur karir yang secara tradisi menjadi pilihan lulusan perguruan tinggi.

Logan yang diinterview baru-baru ini di sebuah mall mengatakan, ia mendaftar dengan ijazah sarjananya, dan ia akan mendapatkan bayaran yang lebih tinggi daripada lulusan diploma.

"Saya tidak akan menukar latar belakang pendidikan saya dengan hal kosong. Saya yakin telah membuat keputusan yang tepat."

Baginya tidak masalah jika ia nantinya dikirim ke Iraq atau Afghanistan. "Saya yakin memilih yang tepat. Saya punya ijazah sarjana dan akan bergabung dengan militer. Ini adalah pilihan saya.”

Nicole Feeney, 19, seorang teknsi medis dari Wilmington, lulusan diploma Middlesex Community College, menjadikan kondisi perekonomian yang buruk dan daftar tunggu yang panjang untuk masuk sekolah kedokteran yang mahal, sebagai alasannya mau menjadi tentara. Dulu ia pernah bekerja di toko permen. Setelah toko itu tutup, ia lantas bekerja di salon kecantikan kulit, sampai akhirnya memutuskan berhenti dan masuk tentara.

Ia mengatakan, beberapa orang yang dikenalnya--termasuk pacarnya yang seorang ahli listrik--memilih untuk bergabung dengan militer daripada menunggu pulihnya kondisi ekonomi.

"Ngeri rasanya membayangkan satu hari Anda punya pekerjaan, tapi besoknya Anda harus mencari pekerjaan tambahan juga, karena tidak punya uang yang cukup atau usahamu bangkrut. Sekarang ini banyak orang yang ketakutan, dan menurut saya militer merupakan sesuatu yang bisa diandalkan."

Colin Fitzpatrick adalah pemuda yang selalu tertarik dengan militer. Meski demikian, kondisi ekonomi adalah hal yang memicunya untuk segera bergabung dengan militer AS.

Seperti halnya Feeney dan Logan, ia tidak keberatan jika harus dikirim ke medan perang. "Saya tidak berpikir tentang kemungkinan celaka. Saya tidak berpikir seperti itu. Saya melihatnya sebagai pekerjaan." [di/tbog/www.hidayatullah.com]

Aysha, Gadis Mualaf yang Berjuang Sendiri


Memeluk Islam tanpa ada orang yang membimbingnya, tidak mematahkan semangat Aysha untuk menjadi Muslim yang baik

Hidayatullah.com--Nama saya Aysha, asal dari Hungaria wilayah utara. Saya telah mendengar tentang Islam sejak di bangku sekolah dasar dalam pelajaran sejarah, karena Hungaria pernah dibawah kekuasaan Turki selama 150 tahun.

Saya melanjutkan pelajaran hingga universitas, dalam bidang biologi molekular, di mana saya bertemu dengan banyak mahasiswa asing Muslim.

Saya selalu penasaran, mengapa orang-orang Islam selalu bangga sebagai Muslim.

Saya dulu seorang penganut Katolik yang baik. Tapi, saya selalu ragu dan tidak setuju dengan beberapa bagian dalam agama saya. Contohnya, mengapa tuhan memiliki putra dan konsep trinitas juga tidak bisa dipercaya.

Kemudian saya mulai berbincang-bincang dengan teman-teman. Satu hari ketika kami sedang makan malam, terdengar azan. Salah seorang teman meminta saya untuk menghentikannya, tapi saya menolak. Ketika itu saya sangat tekesan, sesuatu yang sangat menyentuh hati.

Pada saat musim panas, entah kenapa saya mengunduh program Al-Quran. Saya mendengarkannya dalam bahasa Arab, dan membacanya dalam terjemahan bahasa Inggris. Saya mulai memikirkan tentang Islam dan membaca banyak buku tentangnya.

Setelah dua bulan berpikir, akhirnya saya memilih Islam. Saya mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan dua orang teman.

Saya memilih Islam, yang bertentangan dengan budaya dan keluarga, khususnya ibu.

Saya mulai melaksanaan shalat lima waktu. Awalnya sangat sulit, karena orang-orang di sekitar saya bukanlah Muslim, jadi saya tidak bisa bertanya.

Saya belajar sendiri cara shalat melalui internet. Tidak ada orang yang mengajari saya bagaimana caranya wudhu, niat, mandi besar dan apa saja etika yang ditetapkan dalam Islam.

Suatu kali saya bertanya pada seorang teman dan dia justru membuat saya patah semangat. Katanya, saya tidak akan pernah memahami Islam karena tidak terlahir sebagai seorang Muslim. Ketika saya katakan padanya bahwa saya ingin puasa Ramadhan, dia bilang puasa hanyalah menahan lapar. Waktu itu saya baru masuk Islam satu bulan lamanya.

Pada saat itu saya jadi ketakutan, bagaimana jika saya tidak akan pernah bisa belajar shalat dalam bahasa Arab? Bagaimana jika saya tidak melakukannya dengan cara yang benar? Dan bagamana jika saya tidak memakai hijab atau sajadah. Tidak ada yang membantu saya, sehingga saya sangat ketakutan.

Tapi, ketika shalat saya selalu berpikir bahwa Allah pasti sedang tersenyum melihat saya. Saya menulis teks dan tata cara shalat di selembar kertas. Saya memegangnya dengan tangan kanan dan membacanya dengan keras, lalu membungkuk dan membacanya lagi, begitu seterusnya.

Saya yakin saya terlihat lucu saat itu. Tapi akhirnya saya berhasil mengingatnya dalam bahasa Arab, jadi sekarang bukan masalah lagi.

Saya lalu membuka Facebook dan mendapatkan banyak teman baru. Dari saudara-saudara perempuan di dunia maya saya mendapatkan banyak kasih sayang dan dukungan. Seorang Muslim laki-laki berkenalan dan darinya saya mendapatkan hijab pertama, sajadah dan buku Islam. Saya mendapatkan Al-Quran dari Yordania yang dikirim lewat pos, karena kami tidak bisa membelinya di sini. Sekarang, sudah satu tahun lebih saya mengenakan hijab.

Saya mengalami masa sulit dengan ibu. Ibu bilang saya akan menjadi teroris, meninggalkan beliau karena saya meninggalkan agamanya dan saya akan pergi ke luar negeri. Ia meletakkan makanan berbahan daging babi di kulkas, dan saya tidak mau memakannya sehingga terjadi pertengkaran besar.

Ibu tidak tahan melhat saya shalat dan mengenakan hijab, jadi saya shalat di kamar lantai atas. Ia tidak mau memandang jika saya mengenakan hijab dan berkata, "Aku melahirkan seorang anak Kristen, bukan Muslim berkerudung."

Kami sering memiliki masalah serius, tapi saya tidak pernah berbuat kasar terhadapnya. Alhamdulillah, sekarang ibu sudah lebih tenang dan mulai bisa menerima kepindahan agama saya. Saya sangat bersyukur kepada Allah. Sekarang, jika saya keluar mengenakan kerudung, ia tidak berkata apa-apa.

Selama ini saya tidak pernah bicara dengan ayah, dan ia tidak mau menemui saya. Tapi karena Islam, saya bisa menerimanya dengan lapang dada, sehingga beliau mengunjungi kami secara berkala.

Ya, hidup saya penuh dengan cobaan besar. Alhamdulillah saya diberi kesabaran dan harapan. Pada hari pembalasan, saya akan berterima kasih untuk itu. Jadi, saya berusaha untuk terus menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Belajar dan memahami lebih banyak tentang agama saya.

Saya yakin semuanya telah digariskan, jadi apa yang telah Allah tetapkan untuk saya, maka tidak akan berubah. Tapi saya bisa memilih untuk menjalani hidup ini dengan baik.

Sekarang saya berusaha membantu orang-orang di Debracen. Saya mengumpulkan pakaian bekas untuk para pengungsi. Di sana banyak orang Muslim tidak memiliki tempat tinggal akibat perang. Kami mengumpulkan pakaian dan membawanya ke sana. Saya membuat roti Pakistan untuk anak-anak dan para wanita. Mereka gembira, dan sangat menyenangkan bagi saya bisa melihat mereka.

Dulu saya sering meninggikan suara jika ada hal yang mengganggu saya. Tapi saya sekarang berusaha memberi contoh yang baik, kemana pun saya pergi.

Saya juga membantu mereka yang ingin memeluk Islam atau yang baru saja masuk Islam. Suatu hari saya bertemu dengan dua orang wanita Hungaria, mereka baru saja masuk Islam. Saya berikan mereka buku-buku, sajadah dan Al-Quran. Alhamdulillah, kami shalat bersama dan merasa sangat bahagia.

Saya selalu berusaha memberikan kesan bahwa orang-orang Islam menyenangkan, bersahabat dan kami memiliki hati yang baik.

Saya belajar bahasa Arab agar bisa membaca Al-Quran. Saya membaca Quran bahasa Hungaria, melaksanakan shalat lima waktu dan berusaha mengikuti ajaran Al-Quran dan sunnah. Saya juga membaca banyak buku agar lebih paham. [di/ri/www.hidayatullah.com]

Selasa, 16 Maret 2010

Obama musuh islam

Tak beberapa lama lagi, Presiden Barack Obama akan mengunjungi Indonesia. Pemerintah membuka pintu lebar-lebar terhadapnya karena dianggap akan memberi keuntungan bagi Indonesia. Bahkan, pemerintah meminta rakyat untuk menghormati tamu kehormatan pemerintah tersebut. Seperti apa sikap yang harus ditunjukkan oleh umat Islam, berikut wawancara wartawan Media Umat Mujiyanto dengan Jubir HTI M Ismail Yusanto.


Obama akan mengunjungi Indonesia. Sikap apa yang harus ditunjukkan umat Islam?


Tolak.


Mengapa kedatangannya harus ditolak?


Obama adalah presiden dari sebuah negara yang saat ini jelas-jelas tengah menjajah negeri Muslim, seperti Irak dan Afghanistan. AS juga terus menyerang wilayah perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Akibatnya, negara-negara itu kini hancur berantakan. Bukan hanya secara fisik, tapi juga secara sosial, politik, ekonomi dan budaya. Tak terhitung besarnya kerugian yang ditimbulkan. Ratusan ribu bahkan mungkin jutaan rakyat di sana meninggal karenanya. Menurut penelitian John Hopkins University, akibat invasi AS ke Irak sejak tahun 2003 lebih dari 1 juta warga sipil Irak tewas. Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua tragedi ini? Amerika Serikat tentu. Dan kini negara itu dipimpin oleh Obama. Memang dulu ketika AS menginvasi Irak dan Afghanistan, AS dipimpin oleh Presiden Bush. Tapi Obama tidak mengubah kebijakan biadab itu. Memang pernah ada rencana untuk menarik pasukan dari Irak tapi hingga sekarang belum diwujudkan. Ia bahkan sudah memutuskan menambah 30 ribu pasukan ke Afghanistan. Itu artinya tingkat kerusakan dan penderitaan rakyat di sana, termasuk yang kemungkinan bakal tewas, akan meningkat.


Nah, sosok presiden seperti itulah yang rencananya akan mengunjungi negeri kita. Sebuah sosok yang kejam, yang tidak beda dengan Bush, yang tangannya berlumuran darah dan yang tidak memiliki rasa belas kasih sedikitpun. Ia misalnya, hingga sekarang tidak sedikitpun mengungkapkan rasa simpati terhadap para korban tragedi Gaza setahun lalu. Jangankan simpati terhadap korban atau kutukan terhadap pelaku, menyinggung peristiwa itu saja tidak pernah ia lakukan. Dalam pidato inagurasi atau pelantikannya sebagai Presiden, tak sedikitpun ia menyinggung soal Gaza. Padahal itu peristiwa besar dengan korban lebih dari 1.300 orang tewas, yang telah menarik perhatian masyarakat dunia. Tapi bagi Obama, tragedi Gaza itu seolah tidak pernah ada.


Tambahan lagi, sebagai negara, Indonesia dalam pembukaan konstitusi telah menegaskan penentangannya terhadap segala bentuk penjajahan, dan karenanya penjajahan itu harus dihentikan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dalam konteks Obama, kalau konsisten dengan prinsip ini semestinya Indonesia juga harus menentang penjajahan yang dilakukan oleh AS di Irak dan Afghanistan. Dan bentuk paling ringan penentangan itu adalah menolak kehadiran presiden dari negara penjajah itu.


Berarti ia adalah musuh umat Islam?


Ya. Jelas sekali. Dengan semua tindakan itu, berarti AS memang telah secara sengaja memusuhi umat Islam. Serangan pada satu negeri Islam hakikatnya adalah serangan terhadap seluruh umat Islam. Karena itu, dalam pandangan syariat Islam, AS sekarang ini termasuk kategori muhariban fi’lan atau negara yang dalam status perang secara de facto.


Bila AS telah mengambil sikap memusuhi umat Islam, dan tidak tampak tanda-tanda untuk menghentikan permusuhan itu meski sudah diingatkan, bahkan sudah pula diprotes oleh jutaan rakyat dari berbagai negara di dunia termasuk oleh rakyatnya sendiri, mengapa kita lantas memaksa-maksa untuk bersahabat dengannya?


Bagaimana dengan pendapat orang bahwa Obama adalah tamu yang harus dihormati?


Obama memang tamu. Tapi tamu itu ada dua macam. Tamu yang baik dan tamu yang bermasalah. Obama adalah jenis tamu yang kedua, karena dia hingga sekarang terus menghancurkan negeri-negeri Muslim dan membunuhi saudara-saudara kita di berbagai negara.


Saya ingin tanya, andai ketika dulu masih hidup Imam Samudera berkunjung ke rumah SBY, kira-kira bakal diterima nggak? Pasti ditolak, to? Mengapa? Karena Imam Samudera dianggap sebagai pembunuh. Dan pembunuh tidak layak diterima sebagai tamu terhormat, apalagi oleh seorang Presiden.


Nah, yang bakal datang nanti adalah orang yang tingkat kejahatannya jauh lebih besar dari apa yang mungkin dilakukan oleh Imam Samudera. Imam Samudera (menurut tuduhan) meledakkan 3 ton bom di sepenggal jalan di Denpasar, melukai dan menewaskan ratusan jiwa serta merusak ratusan bangunan. Sementara yang dilakukan oleh Obama adalah terus menjajah dan menghancurkan dua buah negara berdaulat dengan ratusan juta jiwa penduduk tinggal di sana. Akibatnya, bukan hanya ratusan orang tapi ratusan ribu orang tewas.


Kira-kira agenda apa yang dibawa Obama ke Indonesia?


Pasti adalah agenda untuk mengokohkan kepentingan politik dan ekonomi AS di negeri ini. Indonesia adalah negara yang sungguh penting buat AS. Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia. Kaya sumberdaya alam, khususnya energi, dan pasar yang sangat potensial untuk produk-produk ekspor AS. Sangat banyak perusahaan AS di bidang migas seperti Chevron dan Exxon Mobil serta perusahaan pertambangan seperti Freeport Mc Moran yang beroperasi di Indonesia. Dan dari perusahaan-perusahaan itu, sangat banyak AS menikmati kekayaan negeri ini. Apalagi kini AS tengah bersaing secara ekonomi dengan China. Kunjungan Obama ke Indonesia untuk memastikan bahwa Indonesia tetap dalam genggamannya.


Memang ada nuansa nostalgia karena Obama semasa kecil pernah sekolah di Jakarta. Tapi itu amat sangat tidak penting. Kita tidak boleh terkecoh. Tidak mungkin lah presiden dari sebuah negara imperialis sebesar AS datang ke sebuah negara untuk sekadar bernostalgia.


Akankah kunjungan ini menguntungkan Indonesia? Ada sebagian orang mengatakan bahwa bertindak keras kepada AS akan merugikan Indonesia.


Mungkin saja ada keuntungan, tapi bila dibandingkan dengan kerugian, pasti kerugian itu lebih besar.


Kita selama ini memang telah dikungkungi rasa takut. Seolah kita akan hancur bila melawan AS. Tapi lihatlah negara seperti Venezuela, Bolivia dan negara-negara Amerika Latin. Juga Iran yang berani tegas terhadap AS, buktinya mereka tidak hancur. Bahkan dengan cara itu, mereka justru makin maju. Iran bisa terus memanfaatkan nuklir untuk sumber energi. Lebih dari 80% hasil migas Venezuela dan Bolivia kini bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyatnya. Ini jumlah yang berkebalikan dari sebelumnya yang hanya 20%. Itu semua didapat melalui program nasionalisasi yang tentu amat ditentang oleh AS. Jadi justru karena menentang AS mereka menjadi untung, bukan buntung. Sementara, kita?


Obama pernah melewati masa kecilnya di Indonesia dan katanya neneknya juga beragama Islam. Komentar Anda?


Riwayat hidup Obama yang masa kecilnya pernah tinggal dan bersekolah di Jakarta, juga ada di antara nenek moyangnya yang beragama Islam tidak bisa dijadikan dasar untuk mengistimewakan dirinya. Obama, ya Obama. Kita menilai dari apa yang dia lakukan, khususnya selama ia menjadi Presiden AS.

Jangankan sekadar pernah tinggal, seorang warga negara Indonesia yang Muslim sekalipun bila tangannya berlumuran darah, membunuh banyak orang tetap saja harus kita hukum. Ingatlah pada sebuah hadits di mana Rasulullah menyatakan bahwa andai Fatimah anak perempuan Muhammad mencuri niscaya pasti juga akan dipotong tangannya. (MediaUmat.com)

MENAJAMKAN PANCA INDRA

Kegagalan terbesar seseorang bukan karena Ia tidak bisa meraih sebuah prestasi, melainkan karena ia gagal memahami fakta kebenaran yang suda...