Sabtu, 04 Juli 2020

AKU JADI BUTA KARENA MENCINTAIMU


Inilah yang terjadi padaku sekarang. Aku menjadi buta karena telah mencintaimu. Aku tidak bisa melihat siapa siapa lagi selain dirimu. Kemuliaan dan keindahan akhlakmu telah membutakanku.

Meskipun kebutaanku ini diakibatkan olehmu, namun aku tak pernah menyesal. Kucoba untuk meraba-raba mencari orang seperti dirimu, tak pernah kudapti lagi. Masihkah ada orang semulia dirimu ?

Dalam sebuah kabar terdengar kisah tentang keindahan akhlakmu. Adalah seorang sahabat yang bernama Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah r.a. tentang akhlakmu. Aisyah r.a. menjawab, "Akhlak Nabi SAW adalah Alquran" (HR Muslim).

Adakah akhlak yang lebih mulia dibandingkan dengan akhlak Al-Qur’an ? dan siapa lagi yang lebih sempurna akhlaknya selain dirimu ? Masih adakah ? Itulah yang membuatku buta. Karena aku tidak melihat siapapun selain dirimu.

Akhlakmu Sempurna

Amatlah mulia dirimu sebab kehadiranmu membawa cahaya kemuliaan akhlak. Membimbing ummat manusia menjadi orang orang yang berakhlak. Demikian yang pernah engkau sampaikan kepada penggemarmu, termasuk aku.

"Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia" (HR. Baihaqi dan Al-Hakim).
Kemuliaanmu yang patut untuk dijadikan suri tauladan juga telah disiarkan oleh berita dari langit, dari Zat yang Maha Agung.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allâh.” [al-Ahzâb/33:21]

Seseorang Ingin Meniru Akhlakmu

Pernah sepeninggal dirimu, seseorang ingin mencoba mengikuti jejak aklakmu. Dialah sahabat setiamu Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia ingin meniru setiap pekerjaan iabadah yang dulu pernah engkau kerjakan. Setelah dirasa semua telah sama, ia pun pergi ke rumah putrinya yang tak lain adalah istri tercintamu Aisyah radhianllahu anha.

Abu Bakar r.a. menanyakan kepada Aisyah perihal apakah masih ada kebiasaan yang belum ia lakukan seperti yang pernah engkau lakukan.

Kemudian istrimu yang tercinta, memberitahukan bahwa. Semasa hidup engkau selalu memberi makan seorang Yahudi tua yang buta di sebuah pasar.

Abu Bakar pun bergegas menyiapkan makanan dan menuju ke tempat di mana Yahudi buta itu berada.

Setelah berjumpa dengannya, bukan sambutan hangat yang Abu Bakar terima. Ia justru mendengar kata kata kasar tentang dirimu. Namun Abu Bakar tetap berusaha tenang menyuapinya, sampai Yahudi Buta itu menyadari bahwa yang sedang memberinya makan bukanlah orang yang sama yang selama ini telah memberinya makan.

Abu Bakar pun heran. Bagaimana ia tahu kalau yang memberikan ia makan adalah orang yang berbeda padahal ia buta.

Si Yahudi tua dan buta itu mengakatan, bahwa yang sebelumnya memberikan makan adalah orang sangat lembut. Penuh kasih sayang. Sebelum ia suapkan kemulutku ia kunyah terlebih dahulu. Begitulah si Yahudi buta itu mengisahkan indahnya akhlakmu kepada sahabatmu Abu Bakar.

Sambil menangis Abu Bakar memberitahukan kepada Yahudi buta itu, bahwa yang menyuapinya makan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang selama ini adalah orang yang selalu ia caci maki, Tak lain adalah dirimu wahai Sang Kekasih hati.

Si Yahudi tua dan buta itu pun tak kuasa menahan air mata. Ia menangis tersedu sedu. Ia sungguh menyesal. Namun pada saat itulah akhirnya ia menyadari betapa mulia dirimu, hingga akhirnya Yahudi buta itupun menjadi salah penggemarmu juga. Is bersyahadat di hadapan sahabatmu Abu Bakar ash-Shiddiq.

Engkau adalah Yang Paling Pandai Bersyukur

Kekagumanku padamu tak ada habisnya. Semakin mengenalmu aku justru semakin mencintaimu.

Dalam hal ibadah engkau segalanya. Padahal engkau sudah dijamin surga oleh Allah SWT. Segala kesalahanmu yang telah lalu maupun yang akan datang sudah dimaafkan oleh-Nya. Tapi, adakah kesalahanmu ? Tak pernah terdengar kesalahanmu baik itu berupa perilaku maupun ucapan. Berita dari-Nya telah membenarkan hal itu.

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur`ân) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) “ [an-Najm/53:3-4]

Ibadah yang engkau lakukan sebagai wujud syukur kepada Allah ‘Azza Wajalla, yang telah memberimu segala kemuliaan.

Sahabatmu yang bernama Mughirah bin Syu’bah r.a. telah berkisah tentangmu.

عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى حَتَّى انْتَفَخَتْ قَدَمَاهُ فَقِيلَ لَهُ أَتَكَلَّفُ هَذَا وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ « أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا ». رواه مسلم.
Dari Mughirah bin Syu’bah, bahwasannya Nabi saw. melaksanakan shalat hingga kedua mata kakinya bengkak. Lalu dikatakan kepadanya, “Mengapa engkau membebani dirimu, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab, “Bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?.” (HR. Muslim).
Demikian pula yang pernah diceritakan oleh Istrimu yang mulia nan tercinya, Aisyah r.a.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا صَلَّى قَامَ حَتَّى تَفَطَّرَ رِجْلاَهُ قَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَصْنَعُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا ». رواه مسلم.
Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. ketika melaksanakan shalat maka beliau berdiri hingga kedua kakinya bengkak. Aisyah r.a. bertanya, “Wahai Rasulullah, Apa yang engkau perbuat, sedangkan dosamu yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni.” Lalu beliau menjawab, “Wahai Aisyah, bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?”. (HR. Muslim).

Hati berdebar, diguncang cinta karnamu. Sekali lagi, keindahan dan kemuliaan akhlakmu telah membutakanku. Aku yakin, banyak lagi yang seperti diriku. Kami semua yang telah jatuh cinta padamu hanya bisa berharap bisa jumpa dan bersamamu nanti di surga. Aamiin. [Juna Edogawa]

Tarailu, 26/06/20

Tidak ada komentar:

MENAJAMKAN PANCA INDRA

Kegagalan terbesar seseorang bukan karena Ia tidak bisa meraih sebuah prestasi, melainkan karena ia gagal memahami fakta kebenaran yang suda...