Minggu, 02 Agustus 2020

MENAJAMKAN PANCA INDRA

Kegagalan terbesar seseorang bukan karena Ia tidak bisa meraih sebuah prestasi, melainkan karena ia gagal memahami fakta kebenaran yang sudah jelas di hadapannya. Penyebabnya adalah karena lemahnya sensor panca indranya menyerap informasi kebenaran internal maupun eksternal, sehingga bisikan kebenaran tidak terdeteksi di hatinya.

Untuk mengatasi hal ini yang harus dilakukan adalah melatihnya. Sebagaimana para pemain bola terkenal, keahlian yang dimilikinya diawali dari latihan. Demikian pula  panca indra kita. Ia perlu latihan untuk mampu menangkap semua signal kebenaran yang ada disekitarnya. Melatih indra pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba dan tak kalah pentingnya adalah indra fikiran dan hati. Saat semua indra yang kita miliki terus kita asah sampai tajam, kebenaran dari berbagai arah dan berbagai sudut akan sangat mudah terdeteksi dan pada akhirnya mampu kita serap menjadi sebuah kekuatan fikirian yang mampu kita gunakan untuk merefleksikan sebuah kebenaran yang akan menginspirasi orang lain.

Melatih menajamkan panca indra sehingga peka terhadap kebenaran yang ada disekelilingnya itu sangat penting. Sebab, panca indra yang tidak terlatih ia akan menjadi sangat lemah dan bisa menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Keitka panca indra sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka ia tidak bisa lagi mendeteksi kebenaran yang ada di sekitarnya bahkan meskitpun kebenaran itu sudah disodorkan di hadapannya, ia tetap tidak mampu melihat, mendengar dan merasakannya. Inilah yang telah difirmankan oleh Allah SWT : 

 وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ 

“Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (Q.S. Al A’raf 179).

Kemudian dipertegeas pula dalam surah Al Ahqaf ayat 26 :

وَلَقَدْ مَكَّنّٰهُمْ فِيْمَآ اِنْ مَّكَّنّٰكُمْ فِيْهِ وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَّاَبْصَارًا وَّاَفْـِٕدَةًۖ فَمَآ اَغْنٰى عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلَآ اَبْصَارُهُمْ وَلَآ اَفْـِٕدَتُهُمْ مِّنْ شَيْءٍ اِذْ كَانُوْا يَجْحَدُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَحَاقَ بِهِمْ مَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ 

“Dan sungguh, Kami telah meneguhkan kedudukan mereka (dengan kemakmuran dan kekuatan) yang belum pernah Kami berikan kepada kamu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka, karena mereka (selalu) mengingkari ayat-ayat Allah dan (ancaman) azab yang dahulu mereka perolok-olokkan telah mengepung mereka.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa mereka tidak memanfaatkan sesuatu pun dari indra-indra ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai sarana untuk mendapat hidayah.

Jadi, kebenaran sesungguhnya sudah sangat jelas. Namun, karena lemahnya panca indranya bahkan tidak berfungsi sehingga tidak bisa dimanfaatkan sebagai sarana mendapatkan kebenaran dari Allah SWT berupa hidayah. Hal ini tentu menjadi sebuah kegagalan dan kerugian yang sangat besar. Meskipun ia kelihatannya adalah orang yang pandai, orang yang terpandang, bahkan meskipun ia adalah seorang tokoh yang disegani. Namun jika tidak mempu menyerap kebenaran ilahiyah maka mereka sebenarnya tak ubahnya seperti hewan bahkan lebih rendah menurut Al Qur’an. 

Hal ini akan sangat mudah kita lihat dalam kehidupan saat ini, dan tentunya harusnya menjadi pelajaran bagi kita sekalian. Bahwa betapa banyak manusia terlihat pandai dalam kehidupan dunia namun sesunggunya kepandaian itu tidaklah cukup dihadapan Allah SWT. 

يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۖ وَهُمْ عَنِ الْاٰخِرَةِ هُمْ غٰفِلُوْنَ 

“Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.” (Q.S. Ar Rum : 6)

Dr. Attabiq Luthfi, MA mengatakan bahwa ayat ini menurut Al-Qurthubi berbicara tentang kriteria umum orang-orang kafir atau kaum musyrik Mekkah yang hanya memperhatikan satu kehidupan saja, yaitu kehidupan dunia. Sehingga, siapapun yang bersikap demikian, tidaklah berbeda dengan orang kafir yang jelas mendapat kerugian di akhirat kelak. Mereka mengetahui kehidupan dunia sebatas untuk meraih kesenangan. Pengetahuan mereka tentang urusan duniawi justru disamakan oleh Allah swt. dengan orang-orang yang tidak tahu, karena pengetahuan seseorang yang terbatas hanya tentang dunia adalah sama dengan kebodohan. Bahkan ditegaskan dalam ayat di atas bahwa pengetahuan mereka tentang dunia pun sangat parsial, sebatas memahami sisi lahir dari kehidupan dunia yang luas ini, yaitu tentang kesenangan dan kenikmatannya saja, tidak tentang ujian, tanggung jawab, dan persoalan-persoalan penting dunia lainnya yang menghantarkan pada balasan baik di akhirat kelak.

Kesemuanya disebabkan karena kemewahan dan kesenangan tipuan dunia telah merusak panca indra mereka, sehingga menjadikan mereka lalai dari kehidupan yang sesungguhnya yaitu akhirat. Lalai yang dimaksud dalam ayat ini yang dinyatakan dengan kata ‘ghafilun’ menurut Asy-Syaukani adalah dalam arti tidak memberi perhatian dan kepeduliaan tentang urusan akhirat, serta tidak mempersiapkan untuk menghadapi kehidupan tersebut dengan menjalankan ketaatan dan amal shalih sebagai bekal meraih kebahagiaan seperti yang mereka lakukan tentang urusan kehidupan dunia mereka.

Sikap lalai terhadap kehidupan akhirat merupakan kegagalan besar seseorang dalam memaknai sebuah kebenaran. Bagaimana tidak, merasa cukup puas dengan kesenangan dunia yang telah ia rasakan lalu lupa dengan jalan kesenangan di akhirat.  Merasa bangga dengan segala kemegahan, kemewahan, serta kekuasaan di dunia lalu mengabaikan segala kemegahan dan kemewahan yang disiapkan Allah SWT di akhirat. Sungguh inilah yang sebenar-benarnya kegagalan.

Olehnya itu, agar kita tidak termasuk orang yang gagal, hendaklah kita berusaha menajamakan panca indra kita. Melatihnya agar peka dan mampu merespon setiap gelombang signal kebenaran yang dibisikkan oleh Allah SWT. Dengan demikian, setiap kebenaran yang telah diserap oleh panca indra kita mampu kita ekspresikan melalui tutur kata dan perilaku yang indah sehingga orang lain pun dapat mengambil kebaikan melalui diri kita yang sudah terlebih dahulu memilki panca indra yang tajam, dan pada akhirnya mengalirlah kebaikan tiada henti pada diri kita sendiri sebab kita telah meninggalkan jejak kebaikan sebagai amal jariyah. Hal inilah yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam firmannya :

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ 

“Kecuali orang-orang beriman dan beramal shaleh, maka mereka akan mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya.” (Q.S. At Tin : 6)

Demikian pula telah dijelaskan dalam hadtis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, hadits dari sahabat Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893).

Itulah yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada mereka yang bisa memfungsikan panca indranya dengan baik untuk menyerap setiap kebenaran ilahiyah dan mampu mengejawantahkannya (menjelmakan) dalam sikap tutur kata dan perilaku yang indah berupa akhlakul karimah. Insya Allah.

Wallahu A’lam Bishshowab.

Mari berbagi kebaikan, karena berbagi itu indah

Senin, 06 Juli 2020

Syaikh Abd.Qadir Jaelanai - "Saba' Andang Losong"

Mairranni tau sangana Abd.Qadir Jaelanai, minnassai andangi tau mintule bandamo innai sanga di'e taue. 

Yanasanna ita umma' sallang maissang nasammi ia disanga Syaikh Abd.Qadir Jaelanai. Ia di'e tau'e ulama kayyang. Tania karna kayyanna alawena, tapi karana ilmu anna barakka'na paissanganna. Lambi' dite'e mai'di umma' sallang mappiccoe'i paissanganna. Disanga toi Syaikh Abd.Qadir Jaelanai ulama sufi.

Di lalang golongan tasawwuf, mua makkiringi salawa' pasti tu'u natappui sangana Abd.Qadir Jaelanai, apa ta'lalo pammasena di'e taue lao diPuang Allah Ta'alah. Mappau'i tau di'e tentang Abd.Qadir Jaelanai, parallau sicco dissang perjalananna diwattunna mappammula lamba mattuntu paissangang. 

Pada wattu di'o, oroanna paissangan kayyang/terkenal iamo tu'u sangana kota 'Baghdad' Irak. Ma'rupa-rupai indio-lao'o paissangan. Jari ia di'e Abd.Qadir Jaelanai, diwattunna keccu' melo toi tia lamba maitai paissangan dio di Baghdad. Na meccoe'i lao di Kafilah (rombongan para pedangang) lao di Baghdad. 

Nah, tappana diammo Kafilah melo miakke lao di Baghdad, napauanni'mi kindo'na Abd.Qadir Jaelanai mua namiakke toi. Mauammi Abd.Qadir Jaelanai lao di kindo'na. 

“O'Kindo. Na lambama tu'u me'guru lao di Baghdad, apa diammo Kafilah upeccoei'. Jari, iloramma lamba. Paratte'mi' alaweu anna urusangngu (tuo-mateu) lao di sesena Puang Allah Ta'ala.” 

Mairranni paunna ana'na, mauattomi tia kindo'na. “Hmm... mua nalamba tongando'o kabe, ya' sumayao. Da raghi-raghi kezdo. Pe'guru tongano'o. Supaya malai mulolongang pe'guruammu.” 

“Insya Allah Kindo.” Abd.Qadir Jaelanai mauang. 

“Tapi da dolo'di. (Mauangi kindo'na Abd.Qadir Jaelanai). Diang nau'wengano'o piwongang. Supaya mua diang parallummu malami mupa'guna.” 

Mittamami kindo'na di kamar. Anndallao masae messumbomi mendulu siwawa doi patappulo dinar. Napapiangammi kattombayu ana'na dio dinaung kalepa'na. Mane nannai tama di'o doi'o. Purai di'o, narai bomi kattong bayunna supaya andangi bemme doi'na. 

Nah, diwattunna melo'le'bamo miakke Abd.Qadir Jaelanai, mappasam bomi kindo'na. 

“Ee... kabe. Mua lambao diting lao'o, pecoai le'ba'i panggauammu. Jagai alawemu. Mua sipau lao ditau da le'ba todi pappau losong. Poko'na (sambil nazdonggo limanna ana'na) mauo apa na mulolongang, parallu sanna'o andang losong.” 

Iamo di'o pappasanna kindo'na simata naingarang Abd.Qadir Jaelanai. Supaya andang mappau losong. Akhirnya, tappana purami napasilolongang nasang sare-serena, miakke'mi Abd.Qadir Jaelanai siola para Kafilah. 

Ia zdi'o wattuo, millamba dua tau lao di baghdad. Apa nandiappa oto, motor, tandiatto'o kereta api, damo tia ditappui kappal luttus, mane nandianna di'. Jari, millambai tau lao di baghdad. Diatto'o biasa mappake unta atau sayyang, ia tozdiang anunna. Innamo tia bassa Abd.Qadir Jaelanai, mellambai tia tozdi. 

Andallao masae bongi. Mallandurrimi rombonganna Abd.Qadir Jaelanai pallawangang. Ia di'e pallawangang, simata mai'di dio towiwo atau perampo marrappa hartana para kafilah mua diang landur. 

Nah, diwattunna dio di pallawangang, diattongan perampo sa'maroa. Siwawa-wawa kowi malakka. 

Ya' apa tia, cappu nala parewana kafilah tonasolangan Abd.Qadir Jaelanai. Nandiang melo miewa, apa mai'di sanna'i tia perampo. Jari manyamassanna nyawana perampo ma'ala parewana para kafilah. Cappu tongan nala ia anu massipa'. 

Oikh... tappa diang mesa ana' buana perampo makkareppu'i Abd.Qadir Jaelanai. Napatule'mi. 

“Eh... Ana' kasiasi, apa mala uwala diting di alawemu. Diandi anu massipa mala uwala.?” 

Napatule' bassai di'o Abd.Qadir Jaelanai, mappikkirmi. “Mua ma'uanga' diang doi dikattong bayu'u patappulo dinar, pasti na'alai. Tapi mua ma'uanga nandiang, berarti losonga'.” 

Ah, tappa mauangi Abd.Qadir Jaelanai. “Diang. Diang doi patappulo dinar di kattong bayu'u, naraiyanga' kindo'u dio dinaung kalepa'u.” 

“Hahaha...... .” Micawa tappa'i ana' buana perampo. Pikkirna, “masa diang nana'eke kasia-asi mambawa doi sa'mai'di. Napipissangang topa oroanna doi'na. Andangi seha' kapang di'e nana'eke'e. Mangipi'i kapang diang doi'na mai'di.” 

Andattomori napindalingai Abdul Qadir Jaelani. Salama'i doi'na, apa andangi napokanynyang perampo. Diatta bomo' tu'u perampo. 

Wattunnna pura nasammo nala doi'na, parewana Kafilah, malaimi lao di markasna. Andallao masae, tada'mi perampo lao di markasna. Mallapormi ketua rombongang lao di kapala. Mauammi sattengandi'e doi, andeangang sa'anu, parewa-parewa sattengang. 

Wah, mario sanna'i kapala. Apa mai'di boi nalolongan ana buah. Mettule'mi kapala lao di ketua rombongang. “Pura nasambandimo muala di'e parewana kafilah.” Mauammi ketua rombongang. “Pura nasammi kapala.” “Hmm... bagus..” 

Tapi, tappa diang ana buah pole dio dipondo, mappau. “Anu Kapala....” 

“Apa melo' mua. Da pa'anu-anu.” Kapala ma'uang. 

“Bassadi'e kapala. Diang dinghena nana'eke kasia-asi, ma'uangi diang doi'na patappulo dinar.” 

Mettule'mi kapala. “Ya' mualai di'o doi'nao.?” “Andangi uwala kapala, apa andanga' makannyang. Apalagi kasiasi sanna'i uwita. Napipissangan towori oroanna doi'na mua dioi di kattong bayunna, narai kindo'na dio dinaung kalepa'na.” 

“Purai muparessa anna andango makanynyang.? Mettule bomi kapala. 

“Andappai uparessa kapala.” 

 Oikh.... Tappa macai kapala.  “Cangngo-cangngo pao. Poek. (Lippu sanna'i kapala). Pelambi'i masingha di'o nana'ekeo, bawai mai. Da'leba pia co'dong mua andango siola di'o nanaekeo. Apa ughere'o tu'u.” 

Hamma, mapillasi di'o ana buanao. Mala duai tia micacawa ghengge. 

“Apa duari mueppei. (Meirri bomi kapala). Tappa uratu ao mating di'e doe. Simata diting duao mippatung. Cangngo'.” 

Andammi sempa mambali di'e ana buae. Apalagi naita towori kapala maambei tongang doe. Tappa messitta'i miakke'. Napilambi'imi di'o nana'ekeo. Untunna toi tia andappai karambo begha lambana. 

Diwattunna nalambi'mo di'o nana'ekeo (Abdul Qadir Jaelani), mittule'mi mendulu ana' buana perampo. “He'. Nana'eke kasiasi. Diattongandi doi'mu.?” 

Mauambomi Abdul Qadir Jaelani. “Iye, diang patappulo dinar.” 

“Cowade'i uparessai.” Ana buah perampo mauang. 

Na'akkemi limanna Abdul Qadir Jaelani, mane nasio mandonggo dio doi'o. Tappa diang tongan nasa'ding nadonggo di'o ana buah perampo. Ma'uammi lao di Abdul Qadir Jaelani. 

“Bassai di'e, napipasannio kapalau. Nalao'o di markas siola tau.” Iari'e Abdul Qadir Jaelani, melo tomi tia nawawa ana buana perampo lao dioroanna kapalana. Purai di'o, miakke'mi Abdul Qadir Jaelani lao dioroanna kapala perampo. 

 Mapocci cerita. Tada'mi Abdul Qadir Jaelani siola ana buah perampo. Melapormi ana buah lao di kapala. “Indi'e nana'eke upa'uangang diang doi'na.” 

“Oo... bagus. Usanga andangi mala muwawa diting nanaekeo. Apa maneammu tu'u ughere tongang.” 

Mettule'i kapala lao di Abdul Qadir Jaelani. “Hei'. Diattongandi doi'mu patappulo dinar.?” 

“Diang puang. (Abdul Qadir Jaelani mauang). Dio di kattong bayu'u narai kindo'u dinaung kalepa'u.” 

“Innare'i. Me'itadza.” 

 Na'akke bomi limanna Abdul Qadir Jaelani. Tappana nazdonggo di'o doi kapala, nasa'dimmi kapala perampo mua diang tongang doi. Ma'alai kowi, mane nakenu di'o kattong bayunna Abdul Qadir Jaelani. Nalai di'o doi'o mane nawilang. Alawena kapala mambilang. Takkurang-tallabi, pas le'ba patappulo dinar sittengan napa'uangang Abdul Qadir Jaelani. 

Mariomi kapala perampo'. Apa diambomo tambahan doi mai'di. Tapi herangi. Mangapana melo'tendi di'e nana'eke'e mappipissangan mua diang doi'na. Mittule'mi kapala. 

“Eh. Mangapana melo'o mappipissangan mua diang doi'mu. Padahal tenna losondo'o namauango' nandiang doi'u, tentu andangi uwala doi'mu.”? 

“Anu puang. (Maccaritami Abdul Qadir Jaelani). Diwattunna meloa miakke dio diboya'u, napasanga' kindo'u supaya andanga mampau losong. Jari tappana mupatulea puang, ya' upaumi anu tongang, apa moka pawali-pawali lao dikindo'u. Andanga melo losong.” 

Masya Allah. Apa tia kapala, mairranni paunna di'e nana'eke, menjari mendi'dir alawena. Sumerre bulu-bulunna. Andattomi nasa'ding di'o doi ra'da dio dilimanna. Menduku naung di lita kapala. Ra'da tomi wai matanna. 

“Ceh, Laailaha illallah Puang Allah Ta'alah. Ia di'e nanaeke'e, keccu sanna duai, tapi naissammi sangana andang losong, andang pawali-wali lao di tomawuweng. Sedangkan alaweu di'e, simata mappughau anu korake. Simata' mangganggu tau. Mai'di tomi upatei. Marrappa baranna kafilah mua diang landur. Mai-mai'di pai tozdi dosau Puang.” 

Nasoso alawena kapala perampo, gara-gara kejujuranna Abdul Qadir Jaelani. 

Nara'ettimi Abdul Qadir Jaelani kapala perampo. “Terima kasih kabe.” (Kapala perampo ma'bisi). 

Akhirnya nasio nasang sadar ana buana kapala perampo. Nabubarkangi kelompok perampo. Lambisallao nandiang parampo dio dipallawang ia simata naoroi mahhadang kafilah. Ia di'e Abdul Qadir Jaelani, naantarmi lambi lao di baghdad ana buana kapala. Napependulu tomi doi'na. Sala'mi Abdul Qadir Jaelani karena pammase di Puang Allah Ta'ala. 

Iamo tu'u acoangan dilolongan mua simata mappau tungani tau anna andangi tau pawali-wali lao di tomawuweng. 

Iamo di'o sicco ceritana Abdul Qadir Jaelani diwattunna keccu. Ta'alalo tu'u macoa pangguang ia disanga Abdul Qadir Jaelani. Ia tomo tu'u mappakayyang sangana anna terkenal lambi' dite'e. 

Masya Allah. Wallahu a'lam. [Junaedogawa]

Sabtu, 04 Juli 2020

SHOLAT = Celaka atau Beruntung ?



“Sampai usia seperti sekarang, sudahkah kita pernah melakukan sholat dengan khusyu’?”.

Pertanyaan ini sangat sederhana kawan, namun untuk menjawabnya kita mungkin masih banyak yang ragu. Jika kita jawab belum, masa ia sampai seusia ini kita belum pernah sekalipun sholat dengan khusyu’. Atau kita jawab ‘pernah’. Tapi kapan yah terakhir kita sholat dengan khusyu’. Atau mungkin kita sudah mampu khusyu’ dalam setiap sholat. Subhanallah, apa anda yakin kawan..?

Sholat adalah ibadah paling pokok dalam Syariat islam. Oleh sebab itu, perhatian kita terhadapnya janganlah dianggap enteng. Apatahlagi ia adalah ibadah yang paling pertama diperiksa oleh Allah SWT saat kita di hisab nanti dikahirat. Sebagaimana yang disampaikan baginda Rasulullah Muhammad saw dalam sebuah hadits :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قاَلَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا )) رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيثٌ حَسَنٌ ))
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan.) [HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.]

Dari hadits di atas kita pahami betapa utamanya ibadah sholat. Sehingga setiap kita umat islam harus benar benar memperhatikan dengan sungguh-sungguh.

Dalam pelaksanaan sholat, tentu kita semua sama sama telah mengetahuinya. Mulai dari gerakannya sampai setiap bacaannya. Pada intinya kita sudah hafal betul setiap gerak dan bacaannya. Namun yang perlu kita bahas pada kesempatan ini adalah ke-khusyu’an’ dalam pelaksanaan sholat. Sebab gerakan sholat yang tepat serta bacaan sholat yang benar belum jaminan kita sudah termasuk sholat dengan khusyu’. Padahal sholat dengan khusyu’ ini adalah esensi dari pada sholat yang kita kerjakan. Dengan kata lain nilai dan inti dari sholat kita terletak pada khusyu’.

Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa orang yang sholat dengan khusyu’ adalah orang yang beruntung.

 “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.” (QS. Al-Mukminun: 1-2)

Orang beriman yang beruntung adalah yang khusyu’ dalam sholatnya. Jika tidak khusyu’, apakah masih termasuk beruntung.?

Bahkan dalam ayat yang lain disebutkan orang yang sholat itu bisa celaka. Betulkah ? perhatikan ayat berikut :

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya” (Al Ma’un 4-5).

Ibnu Abbas menafsirkan orang yang “lalai dalam sholatnya” adalah orang munafik dan orang yang mengerjakan sholat tidak pada waktunya”. Senada dengan Masruq dan Abud Duha yang berpendapat bahwa ‘lalai dalam sholat’ adalah sholat di luar waktunya.

Adapaun Ata Ibnu Dinar mengatakan bahwa “lalai dalam sholatnya” ialah sholat yang dikerjakan tidak sesuai dengan syarat dan rukunnya, termasuk di dalamnya tidak khusyu’. Maka pengertian ayat di atas mencakup semuanya.[tafsir ibnu katsir]

Kesimpulannya sudah jelas, bahwa sholat yang tidak khusyu’ bisa celaka. Maka, masihkah kita mau meremehkan kualitas sholat kita.? Jangan sampai selama ini kita sholat hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Naudzubillah..

Teori sholat Khusyu’

Saat kita membaca kitab kitab para ulama yang membahas masalah sholat yang khusyu’, atau mendengar penjelasan para ulama. Maka, kita akan menemukan satu hadits Nabi saw yang sangat masyhur yang artinya “Sholatlah sebagaimana kalian melihatku sholat.” (HR. Bukhari).

Maka ulama pun memberikan beberapa poin penting untuk kita lakukan, yaitu :
1.    Niat,
2.    Gerakan sholat sesuai yang dicontohkan Nabi saw,
3.    Bacaan sholat sesuai yang dicontohkan Nabi saw,
4.    Mengerti setiap bacaan dalam sholat, baik artinya maupun kandungannya.

Untuk poin satu sampai  tiga, rasanya relatif lebih mudah kita lakukan. Namun untuk poin terakhir, tunggu dulu. Nampaknya tidak semua orang bisa. Mengapa ? karena bacaan dalam sholat itu berbahasa Arab. Sedangnya tidak semua orang mengerti bahasa arab. Termasuk kita di indonesia. Jangankan mengerti bahasa arab, membacanya saja kita masih banyak yang keliru. Jadi, bagaimana mungkin kita bisa tahu betul arti dan maknanya. Padahal ia termasuk bagian dari poin penting dari jalan menuju sholat khusyu’ yang di tunjukkan oleh para ulama.

Gangguan Dalam Sholat

Tak bisa dipungkiri, saat kita sholat selalu saja ada hal hal yang terlintas dalam fikiran kita. Bahkan sering sekali pada saat megerjakan sholat kita justru mengingat sesuatu yang sebelumnya kita lupa. Baik berupa barang maupun ide ide yang kita inginkan dalam pekerjaan. Rasanya kita semua pernah merasakannya. Betul tidak, kawan ?

Abu Hurairah RA pun menyampaikan, Rasulullah SAW bersabda bahwa setan memang suka menggoda orang-orang yang shalat. "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda, 'Jika salah seorang dari kalian shalat, setan akan datang kepadanya untuk menggoda sampai ia tidak tahu berapa rakaat yang telah ia kerjakan. Apabila salah seorang dari kalian mengalami hal itu, hendaklah ia sujud dua kali (sujud syahwi) saat ia masih duduk dan sebelum salam. Setelah itu baru mengucapkan salam'." (HR Bukhari dan Muslim).

Sebagai manusia biasa tentu tak lepas dari godaan syetan. Inilah salah satu sebab utama yang menghalangi kita mencapai sholat khusyu’.

Syetan bukan makhluq yang dhohir (nampak), maka tentu ia tidak akan mengganggu kita secara lahir melainkan secara bathin. Membisikkan apa saja dalam diri kita sehingga kita kehilangan konsentrasi.

Untuk menghadirkan konsentrasi dalam sholat, ulama menunjukkan jalan agar kita benar benar mengerti bacaan yang ada dalam sholat. Sebagaimana dijelaskan di atas. Namun, permasalahnnya adalah jangankan mengerji arti dan maknanya, membacanya saja kita masih banyak salah.

Jika, mengerti bacaan sholat adalah satu syarat untuk mencapai sholat khusu’, sudah barang tentu akan banyak orang tidak beruntung dan celaka karena tidak bisa sholat khusyu disebabkan tidak mengerti bacaan sholat.

Bagi para ulama tentu sangat mudah karena ia mengerti betul syarat dan rukunnya serta makna setiap bacaannya. Termasuk juga orang orang mengerti bahasa Arab. Tapi kan tidak semua bisa mendapatkan kesempatan jadi ulama atau orang yang bisa bahasa Arab. Bagaimana dengan si petani, si nelayan, atau orang orang yang sibuk menghidupi keluarganya sehingga tidak punya kesempatan belajar. Di antara mereka, jangankan artinya. Sekali lagi, jangankan artinya, membacanya saja masih banyak salahnya.

Mungkinkah Ada Jalan Lain

Pada dasarnya, kita semua ingin mencapai sholat yang khusyu’. Dalam usia yang semakin bertambah tentu kita mengharapkan ada peningkatan kualitas ibadah sholat yang kita kerjakan setiap hari. Tetapi, pada saat yang sama kita tidak punya cukup waktu lagi dan kemampuan untuk mempelajari makna setiap bacaan sholat. Terlalu banyak beban hidup dan tanggungan yang membuat kita sulit mengingat apa yang baru kita pelajari. Ibarat kata “belajar di waktu tua bagai mengukir di atas air”.

Tapi, lagi lagi kita juga ingin sholat dengan khusyu’. Kalau jalannya adalah harus mengerti bacaan baru bisa khusyu’, mungkin kita akan berkata “saya tidak beruntung atau bisa celaka, karena tidak bisa khusyu, sebab tidak mengerti bacaan sholat”. Apa boleh buat.

Jangan menyerah kawan. Siapa tau ada jalan lain yang bisa kita tempuh untuk mencapai sholat yang khusyu’. Inilah yang perlu kita cari. Bukan maksud ingin keluar dari arahan para ulama. Karena apa ia, Allah SWT jadikan satu satunya syarat untuk sholat khusyu’ dengan mengerti bacaan. Padahal Allah SWT Maha tahu kemampuan hamba-Nya. Tidak semua kita mengerti atau bisa memahami makna bacaan dalam sholat.

Mari sama sama berusaha. Kita sebagai orang awam. Sebagai petani, sebagai nelayan, sebagai pedagang, sebagai buruh, dan sebagainya, tentu juga bisa punya kesempatan sholat yang khusyu’. Kita bertanya dan mencari orang yang bisa mebimbing kita melaksanakan sholat khusyu’.

Membaca dari buku atau mendengar dari media itu sudah benar. Namun belum cukup untuk bisa kita praktekkan langsung sendiri. Harus ada pembimbing yang kapan waktu bisa ditemui untuk bertanya disaat ada pengalaman bathin yang kita rasakan saat melaksanakan sholat. Sebab pengalaman batin setiap orang itu berbeda beda disaat ia melaksakan ibadah sholat. Mungkin sesuai dengan maqamnya. Ada yang merasa tenang dan tenteram saat sholat. Ada pula yang merasa ringan, semua beban terasa lepas dari dalam dirinya. Bahkan ada yang merasakan kenikmatan yang lebih nikmat dari ia bergaul dengan istrinya. Atau sebaliknya, ia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Tidak ada beda sholat atau bukan. Pertanyaannya, dimanaka kita ? Apa yang telah kita rasakan saat sholat ?

 Segera Temukan Jalanmu

Diakhir tulisan ini, saya ingin tegaskan agar kita bersungguh sungguh memperhatikan sholat, serta berusaha mencapai maqam (derajat) sholat yang khusyu’. Caranya adalah dengan berusaha meniti petunjuk jalan para ulama. Usaha inilah yang utama untuk kita lakukan.

Ketika kita sudah berusaha namun ternyata kita sangat sulit sampai pada poin nomor empat ‘mengerti setiap bacaan dalam sholat, baik artinya maupun kandungannya’, maka berusahalah mencari jalan yang lain sesuai kemampuan kita. Carilah segera pembimbing untuk kita mintai arahannya.

Ingatlah, masa aktif usia kita semakin berkurang. Itu artinya sebentar lagi ibadah sholat kita akan diperiksa oleh Allah SWT. Jika kita tidak persiapkan dengan baik maka bisa jadi kita termasuk orang celaka, seperti disebutkan dalam surah Al Ma’un ayat 4-5. Namun, jangan berkecil hati. Kita masih bisa menghirup udara dunia. Artinya kita masih punya kesempatan untuk memperbaiki kualias sholat kita menjadi lebih baik. Dan tidak mustahil kita termasuk orang yang beruntung, seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an surah Al Mu’minun ayat 1-2. Insya Allah.

Sebagai pesan penutup, dalam berusaha mencapai derajat sholat khusyu’, jangan kita terjebak pada fikiran ingin mendapatkan karomah. Tetaplah istiqomah menharapkan ridha Allah SWT dalam setiap ibadah. Ini dipesankan oleh Abu Ali ad Daqaq, dalam kalimatnya yang indah :

“ Jadilah engkau sebagai manusia yang mampu beristiqomah, dan jangan sibuk mengharapkan karomah. Dirimu selalu bergerak dalam pencarian karomah, sedangkan Tuhanmu menghendaki engkau tetap dalam istiqomah.”
Wallahu A’lam bishshowab. [Juna Edogawa]

AKU HILANG INGATAN KARENAMU


Tak ada pilihan lain bagi jiwa, selain untuk mengasihi. Namun, pertama kali jiwa harus merangkak dan merayap di antara kaki para pecinta. Hanya para pecinta yang dapat lepas dari perangkap dunia dan akhirat. Hanya hati yang dipenuhi dengan cinta yang dapat menjangkau langit tertinggi. Bunga mawar kemuliaan hanya dapat bersemi di dalam hati para pecinta.”
[Syekh Jalaluddin Rumi]


Sejak mengenalmu, aku hampir tak pernah ingat diriku. Selalu saja ada dirimu dalam ingatan dalam setiap waktu. Bahkan mulai bangun tidur sampai tidur kembali, hanyalah engkau di ingatanku. Aku hilang ingatan karenamu.

Saat pertama kali bangun tidur, aku ingat apa yang pernah engkau lakukan, yaitu mengusap bekas ngantuk di wajah. Sebagaimana diceritakan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu :

“Kemudian ketika sudah masuk pertengahan malam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun, kemudian beliau duduk, lalu mengusap bekas kantuk yang ada di wajahnya dengan tangannya.” (HR. Ahmad 2201, Bukhari 183, Nasai 1631, dan yang lainnya).

kemudian ada beberapa sahabatmu yang menceritakan kebiasaanmu yang berdoa ketika hendak tidur dan bangun tidur. Diantaranya Hudzaifah bin al-Yaman dan al-Barra bin Azib. Kedua sahabat ini menceritakan doa yang biasa engkau baca.

Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangun tidur beliau membaca: Alhamdulillah alladzi ahyaanaa ba’damaa amaatana wailahinnusyuur. (HR. Bukhari 6312, Muslim 2711, dan yang lainnya).

Serta beberapa kebiasaan lain yang biasa engkau lakukan. Aku akan berusaha mengingatnya hingga aku lupa akan diriku sendiri.

Dalam waktu dua puluh empat jam engkau memberikan contoh agar kami menemukan keberkahan disetiap perbuatan dan pekerjaan yang kami lakukan.
Engkau pernah mengajarkan agar setiap pekerjaan yang dilakukan hendaknya didahului dengan menyebut nama Allah SWT.

Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib dalam Al-Jami’, dari jalur Ar-Rahawai dalam Al-Arba’in, As-Subki dalam tabaqathnya)

Memulai suatu ibadah dengan bismillah tentulah mengantarkan kepada niat yang ikhlas mengharapkan ridha dari Allah SWT, sehingga dalam setiap amal ibadah terdapat nilai keberkahan yang dapat menjadikan kami menjadi hamba-Nya yang lebih baik.

Aku Tak Punya Pilihan

Syariat islam yang engkau bawa telah mampu memperbaiki setiap sendi sendi kehidupan manusia. Banyak orang yang mengibaratkan keadaan manusia sebelum engkau hadir sebagai zaman kegelapan. Namun ketika engkau hadir, zaman yang sebelumnya gelap gulita berubah menjadi zaman yang terang benderang.

Adapula yang mengatakan sebelum kehadiranmu manusia berada dalam zaman jahiliyah (kebodohan), tapi setelah engkau hadir dengan kemuliaan akhlak yang tak terhingga, zaman itu pun berubah menjadi zaman yang penuh hikmah yang diselimuti oleh lautan ilmu Al-Qur’an. Subhanallah.

Aku tak punya pilihan lain selain mengikuti syariat yang engkau bawa. Sudah terlalu kuyakini bahwa inilah jalan yang paling benar, dan aku takut mencari jalan yang lain yang justru akan menjerumuskan aku kedalam kerugian dan kehancuran.

Allah SWT telah menegaskannya agar aku tidak mencari pilihan selain dari yang telah engkau pilihkan.

“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]

Sungguh aku sangat takut menjadi orang yang merugi diakhirat. oleh sebab itu aku akan berusaha terus meniti jalan yang telah engkau tunjukkan, sebagaimana jalan yang telah engkau lewati bersama para sahabatmu dan orang-orang yang telah  terlebih dahulu mengikutimu.

Aku sangat bersyukur dan termasuk orang beruntung karena bisa mengenalmu. Berkesempatan menjadi salah seorang yang rindu padamu adalah anugerah yang besar buatku. Hidupku menjadi sangat bermakna dengan selalu mengingat kebiasaanmu. Satu harapan terbesarku adalah agar aku dan kedua orang tuaku serta seluruh saudara seimanku yang juga rindu padamu bisa mendapatkan belaian cintamu yang berupa syafaat di akhirat kelak. Aamiin.. Wallahu a’lam bishshawab
[Juna Edogawa]
# Literasi jembatan ilmu

AKU JADI BUTA KARENA MENCINTAIMU


Inilah yang terjadi padaku sekarang. Aku menjadi buta karena telah mencintaimu. Aku tidak bisa melihat siapa siapa lagi selain dirimu. Kemuliaan dan keindahan akhlakmu telah membutakanku.

Meskipun kebutaanku ini diakibatkan olehmu, namun aku tak pernah menyesal. Kucoba untuk meraba-raba mencari orang seperti dirimu, tak pernah kudapti lagi. Masihkah ada orang semulia dirimu ?

Dalam sebuah kabar terdengar kisah tentang keindahan akhlakmu. Adalah seorang sahabat yang bernama Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah r.a. tentang akhlakmu. Aisyah r.a. menjawab, "Akhlak Nabi SAW adalah Alquran" (HR Muslim).

Adakah akhlak yang lebih mulia dibandingkan dengan akhlak Al-Qur’an ? dan siapa lagi yang lebih sempurna akhlaknya selain dirimu ? Masih adakah ? Itulah yang membuatku buta. Karena aku tidak melihat siapapun selain dirimu.

Akhlakmu Sempurna

Amatlah mulia dirimu sebab kehadiranmu membawa cahaya kemuliaan akhlak. Membimbing ummat manusia menjadi orang orang yang berakhlak. Demikian yang pernah engkau sampaikan kepada penggemarmu, termasuk aku.

"Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia" (HR. Baihaqi dan Al-Hakim).
Kemuliaanmu yang patut untuk dijadikan suri tauladan juga telah disiarkan oleh berita dari langit, dari Zat yang Maha Agung.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allâh.” [al-Ahzâb/33:21]

Seseorang Ingin Meniru Akhlakmu

Pernah sepeninggal dirimu, seseorang ingin mencoba mengikuti jejak aklakmu. Dialah sahabat setiamu Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia ingin meniru setiap pekerjaan iabadah yang dulu pernah engkau kerjakan. Setelah dirasa semua telah sama, ia pun pergi ke rumah putrinya yang tak lain adalah istri tercintamu Aisyah radhianllahu anha.

Abu Bakar r.a. menanyakan kepada Aisyah perihal apakah masih ada kebiasaan yang belum ia lakukan seperti yang pernah engkau lakukan.

Kemudian istrimu yang tercinta, memberitahukan bahwa. Semasa hidup engkau selalu memberi makan seorang Yahudi tua yang buta di sebuah pasar.

Abu Bakar pun bergegas menyiapkan makanan dan menuju ke tempat di mana Yahudi buta itu berada.

Setelah berjumpa dengannya, bukan sambutan hangat yang Abu Bakar terima. Ia justru mendengar kata kata kasar tentang dirimu. Namun Abu Bakar tetap berusaha tenang menyuapinya, sampai Yahudi Buta itu menyadari bahwa yang sedang memberinya makan bukanlah orang yang sama yang selama ini telah memberinya makan.

Abu Bakar pun heran. Bagaimana ia tahu kalau yang memberikan ia makan adalah orang yang berbeda padahal ia buta.

Si Yahudi tua dan buta itu mengakatan, bahwa yang sebelumnya memberikan makan adalah orang sangat lembut. Penuh kasih sayang. Sebelum ia suapkan kemulutku ia kunyah terlebih dahulu. Begitulah si Yahudi buta itu mengisahkan indahnya akhlakmu kepada sahabatmu Abu Bakar.

Sambil menangis Abu Bakar memberitahukan kepada Yahudi buta itu, bahwa yang menyuapinya makan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang selama ini adalah orang yang selalu ia caci maki, Tak lain adalah dirimu wahai Sang Kekasih hati.

Si Yahudi tua dan buta itu pun tak kuasa menahan air mata. Ia menangis tersedu sedu. Ia sungguh menyesal. Namun pada saat itulah akhirnya ia menyadari betapa mulia dirimu, hingga akhirnya Yahudi buta itupun menjadi salah penggemarmu juga. Is bersyahadat di hadapan sahabatmu Abu Bakar ash-Shiddiq.

Engkau adalah Yang Paling Pandai Bersyukur

Kekagumanku padamu tak ada habisnya. Semakin mengenalmu aku justru semakin mencintaimu.

Dalam hal ibadah engkau segalanya. Padahal engkau sudah dijamin surga oleh Allah SWT. Segala kesalahanmu yang telah lalu maupun yang akan datang sudah dimaafkan oleh-Nya. Tapi, adakah kesalahanmu ? Tak pernah terdengar kesalahanmu baik itu berupa perilaku maupun ucapan. Berita dari-Nya telah membenarkan hal itu.

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur`ân) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) “ [an-Najm/53:3-4]

Ibadah yang engkau lakukan sebagai wujud syukur kepada Allah ‘Azza Wajalla, yang telah memberimu segala kemuliaan.

Sahabatmu yang bernama Mughirah bin Syu’bah r.a. telah berkisah tentangmu.

عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى حَتَّى انْتَفَخَتْ قَدَمَاهُ فَقِيلَ لَهُ أَتَكَلَّفُ هَذَا وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ « أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا ». رواه مسلم.
Dari Mughirah bin Syu’bah, bahwasannya Nabi saw. melaksanakan shalat hingga kedua mata kakinya bengkak. Lalu dikatakan kepadanya, “Mengapa engkau membebani dirimu, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab, “Bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?.” (HR. Muslim).
Demikian pula yang pernah diceritakan oleh Istrimu yang mulia nan tercinya, Aisyah r.a.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا صَلَّى قَامَ حَتَّى تَفَطَّرَ رِجْلاَهُ قَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَصْنَعُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا ». رواه مسلم.
Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. ketika melaksanakan shalat maka beliau berdiri hingga kedua kakinya bengkak. Aisyah r.a. bertanya, “Wahai Rasulullah, Apa yang engkau perbuat, sedangkan dosamu yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni.” Lalu beliau menjawab, “Wahai Aisyah, bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?”. (HR. Muslim).

Hati berdebar, diguncang cinta karnamu. Sekali lagi, keindahan dan kemuliaan akhlakmu telah membutakanku. Aku yakin, banyak lagi yang seperti diriku. Kami semua yang telah jatuh cinta padamu hanya bisa berharap bisa jumpa dan bersamamu nanti di surga. Aamiin. [Juna Edogawa]

Tarailu, 26/06/20

AKU TERLANJUR MENCINTAIMU


“ Dengan cinta, yang pahit menjadi manis. Dengan cinta, tembaga menjadi emas. Dengan cinta, sampah menjadi jernih. Dengan cinta, yang mati menjadi hidup. Dengan cinta, raja menjadi budak. Dari ilmu, cinta dapat tumbuh. Pernahkah kebodohan menempatkan seseorang di atas tahta seperti ini?” [Syekh Jalaluddin Rumi]

Perasaanku padamu sulit untuk diunkapkan. Namun rasanya nikmat dan terus bertambah saja. Entah apa yang ada padamu sehingga saat mengenalmu aku jatuh hati. Meskipun belum pernah melihatmu, namun mendengar segala kisah tentangmu aku semakin yakin bahwa engkaulah yang aku cari selama ini.

Semua orang kagum padamu, begitupun diriku. Dan yang membuatku takjub adalah karena orang yang memusuhimu ternyata malah kagum pula padamu. Bahkan di antara mereka ada yang mempoposisikan dirimu sebagai tokoh nomor satu di dunia diantara seratus tokoh berpengaruh di dunia. Begitu yang dituang dalam buku yang berjudul ‘100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia’ karya Michael H. Hart (Tahun 1978).

Layak, dan memang sangat pantas. Karena kehadiranmu di tengah manusia yang dikenal jahiliyah pada zaman itu mampu engkau warnai dengan akhlakmu yang mulia, sehingga mereka menjadi masyarakat yang terbaik akhlaqnya.

Syair Cinta Untukmu

Setiap sudut dari dunia ini terdapat para penggemarmu. Baik itu mereka yang pernah melihatmu langsung ataupun yang hanya mendengar namamu. Banyak yang berharap untuk bermimpi melihat indahnya wajahmu walau hanya dalam tidurnya, termasuk aku.
Syair dan lirik cinta dibuat untukmu sebagai tanda kerinduan yang selalu memenuhi  relung hati. Diantara syair cinta yang ditulis oleh pengagummu adalah Syekh Muhammad Al Kudhari, dengan bukunya “Sirah Nabawi”. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri dengan karyanya “Sirah Nabawiah”. Syekh Muhammad Al-Bushiri “Qasidah Burdah”. Begitupun syair “Maulid Al-Diba’i” karya Imam Jalil Abd Al-Rahman bin Ali Al-Diba’i (1537 M). Tak ketinggalan goresan pena Syekh Ja’far Bin Husein bin Abd. Al-Karim Al-Barzanji Al-Madani, “Maulid Al-Barzanji” (1776).

Tentu masih banyak lagi syair cinta yang dibuat untukmu dan tidak mungkin kami tuliskan semua di lembaran yang sangat sempit ini. Aku yakin, syair cinta akan terus mengalir untukmu hingga hari akhir, termasuk yang aku tulis ini.

Aku Cemburu Pada Usaid bin Hudhair
Abdurrahman bin Abi Laila meriwayatkan dari Usaid bin Hudhair, dia berkata “Ketika dia, maksudnya adalah Usaid bin Hudhair, sedang berbicara dengan kaumnya dan di dalamnya ada canda, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam memukul pinggangnya  dengan sebatang kayu. Maka dia berkata, ‘Beri saya kesempatan untuk qishash (membalas setimpal).” Beliau bersabda, “Silakan membalas.” Dia berkata, “Engkau memakai baju, sedangkan saya (ketika engkau pukul) tidak memakai baju.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengangkat bajunya. Maka dia (Usaid bin Khudair) langsung memeluknya dan mencium pinggangnya. Lalu dia berkata, ‘Inilah yang aku inginkan wahai Rasulullah.” (HR. Abu Daud, no. 5224, dari jalurnya juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan Kubro, 7/102. Diriwayatkan pula oleh Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 1/205, Hakim dalam Almustadrak, 3/327, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 9/76)
Siapapun yang telah membaca riwayat di atas pasti akan sangat cemburu kepada Usaid bin Hudhair. Termasuk aku. Bagaimana tidak, kerinduan dan kecintaannya bisa ia dapatkan dengan begitu cerdik. Sebuah kesempatan yang tidak semua orang bisa mendapatkan. Bisa melihatmu saja sudah membuat kami meleh bahagia apalagi memeluk dan menciummu. Indahnya tak terlukiskan.

Cintaku Tidak Bertepuk Sebelah Tangan

Sebagai seorang kekasih tentu ingin mendapatkan jawaban atas cintanya. Itupun yang aku harapkan. Dari pencarian jawaban itu, aku temukan salah kisah tentangmu. Dalam kisah itu engkau sedang bersama para sahabatmu. Engkau ungkapkan persaanmu kepada mereka, bahwa betapa engkau sangat merindukan orang yang percaya padamu walau tak pernah melihatmu. Itu termasuk aku.

 Imam al-Qusyairi dalam kitabnya ar-Risalah. Dia mengutip riwayat dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW pernah bersabda.”Kapan aku akan bertemu para kekasihku?” 
Para sahabat bertanya, ”Bukankah kami adalah para kekasihmu?” Rasulullah menjawab,”Kalian memang sahabatku, para kekasihku adalah mereka yang tidak pernah melihatku, tetapi mereka percaya kepadaku. Dan kerinduanku kepada mereka lebih besar.”

Sekali lagi kusampaikan, bahwa aku termasuk yang percaya padamu. Dan banyak lagi yang ingin mengatakan hal yang sama sepertiku. Aku yakin. Aku bahagia dan sangat bahagia karenan cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.

Surat Cinta Darimu

Aku ingin menertawai diriku sendiri. Bagaimana tidak, aku katakan cinta padamu namun belum satupun surat cinta kutulis untukmu. Sedangkan sebaliknya, telah banyak surat cinta yang engkau telah kirimkan padaku. Salah satu surat cinta itu adalah sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut ini.

Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu’anhu, beliau berkata, Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku menyiapkan air wudhu` dan keperluan beliau. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, Mintalah sesuatu!’ Maka sayapun menjawab, ‘Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga’. Beliau menjawab, ‘Ada lagi selain itu?’. ‘Itu saja cukup ya Rasulullah’, jawabku. Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (dalam shalat)‘” (HR. Muslim, no. 489).

Pesan yang telah engkau sampaikan kepada Rabi’ah bin Ka’ab agar bisa bersamamu di surga telah sampai pula padaku. Dan akupun ingin menemanimu di surga. Aku akan berusaha untuk memperbanyak sujud agar bisa bersamamu nanti. Insya Allah. Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad, wa’ala ali Muhammad. Wallahu a’lam bishshowab [Juna Edogawa].



Sabtu, 20 Juni 2020

SEGALA SESUATU ITU PUNYA KUNCI

Pada dasarnya kita semua tahu yang namanya ‘kunci’. Sebuah benda kecil yang biasa dipakai untuk membuka segala sesuatu yang terkunci. Baik itu Lemari, Pintu, Peti, kendaraan dan sebagainya. Dan saya yakin kita semua memiliki benda yang bernama kunci. 

 Mengapa harus ada kunci ?. pertanyaan ini mungkin terdengar aneh atau mungkin terkesan lucu. Namun tidak ada salahnya kita tanyakan. 

Keberadaan kunci ini sangatlah penting dalam kehidupan kita. Hal ini dikarenakan adanya barang yang berharga atau tempat yang kita ingin lindungi dan kita tidak ingin ada orang lain bebas mengambil atau mengakses barang tersebut.

Sederhananya, kunci itu ada karena ia penting guna melindungi dan menjaga agar barang berharga yang kita miliki tidak bisa diakses oleh orang lain. 

 Kunci Dalam Konsep Kehidupan 

Saya ingin mengatakan apa yang saya fikirkan, meskipun mungkin masih perlu kita diskusikan secara mendalam. Namun, satu hal mendasar dalam konsep kehidupan bahwa “segala sesuatu dalam hidup ini sesunggunya terkunci.” Dan karena ia terkunci maka hanya orang-orang yang memiliki kunci yang dapat mengaksesnya. Siapapun yang punya kuncinya, ia akan selalu mendapatkan kemudahan dalam hidupnya. 

Mengapa saya katakan segala sesuatu dalam hidup ini terkunci ? Jawabannya adalah karena kita selalu mendengar berbagai macam kunci-kunci dalam kehidupan ini. Salah satu contoh, ‘kunci rumah tangga bahagia’. Yang artinya ‘rumah tangga yang bahagia itu terkunci’, sehingga harus membutuhkan kunci untuk mengakses dan meraih rumah tangga yang bahagia. 

 Atau ‘Kunci Sukses Mencari Jodoh’. Maknanya ‘Sukes Mencari Jodoh’ itu terkunci, sehingga kita harus punya kunci agar bisa mendapatkannya. Kunci Ruma Tangga Bahagia atau Kunci Sukses Mencari Jodoh, tentu bukan berupa benda melainkan ia kunci yang berupa konsep, karena yang harus diambil bukanlah berupa benda. 

Tentukan Kuncimu

Banyak sekali hal yang terkunci dalam hidup ini. Dan kita mesti punya banyak kunci juga untuk memilikinya. Sebagaimana contoh yang telah kami sebutkan di atas. Ingin jadi Pelajar yang sukses, maka milikilah ‘Kunci sukses jadi pelajar. Ingin jadi Petani yang sukses, maka milikilah pula ‘Kunci Sukses Jadi Petani. Begitu seterusnya tergantung apa keinginanmu.


Bahkan hal yang terpenting pula adalah ‘Kunci mendapatkan Kunci’. Karena bisa jadi kunci itu juga punya kunci. Misalnya ‘kunci jawaban’. Ia berupa kertas yang tertulis, a, b, c dan seterusnya. Kemudian ia disimpan dalam koper yang terkunci. Maka untuk mendapatkan kunci jawaban kita terlebih dahulu harus punya kunci koper. Jadi, kunci untuk mengambil kunci. Iya, kan ?.


Bahagai Dunia - Akhirat

Dari sekian banyak kunci dalam hidup ini, saya ingin memberikan salah saatu kunci kepada kita semua. Walaupun banyak dari kita sudah memilikinya, namun karena saling mengingatkan itu penting maka saya tetap akan sampaikan.

Kunci Bahagia Dunia Akhirat. Inilah yang ingin saya sampaikan di akhir tulisan ini. Saya yakin kita semua ingin hidup bahagia dalam hidup ini. Bahkan sampai diakhirat kelak kita pun tetep ingin melanjutkan kehidupan bahagia. Karenan kita meyakini masih ada kehidupan setelah kematian di dunia ini.

Mengutip nasehat Al Imam As Syafi’i yang ditulis oleh Al Imam An Nawawi dalam kitabnya yang berjudul Al Majmu’.

قال الشافعي رحمه الله تعالى : العلم أفضل من من صلاة النافلة وقال : ليس بعد الفرائض أفضل من طلب العلم، وقال : من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم.

Imam Syafi’i RA berkata : Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah. Beliau berkata : Tidak ada amalan setelah amalam fardhu yang lebih utama daripada menuntut ilmu. Dan beliau juga berkata : Barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) dunia hendak lah dengan ilmu barangsiapa yang menginginkan (kebahagian)  akhirat hendaklah dengan ilmu. “.

Kunci bahagia Dunia dan Akhirat menurut Al Imam As Syafi’i adalah dengan Ilmu. Itulah kunci yang sangat sederhana, namun mengandung makna yang dalam.

Jika kita memiliki ilmu, maka yakinlah kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. Insya Allah. Amin..[Juna]

MENAJAMKAN PANCA INDRA

Kegagalan terbesar seseorang bukan karena Ia tidak bisa meraih sebuah prestasi, melainkan karena ia gagal memahami fakta kebenaran yang suda...